Bwt temen" se SMKN 8 yg mw nyari makalah bisa copas disni.... tapi jangan lupa di edit yhaa.... hohohoho........
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Disisi lain kegiatan industri dalam proses produksinya selalu disertai faktor-faktor yang mengandung resiko bahaya dengan terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.
Setiap ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja harus dicegah. Karena ancaman seperti itu akan membawa kerugian baik material, moril maupun waktu terutama terhadap kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Lebih-lebih perlu disadari bahwa pencegahan terhadap bahaya tersebut jauh lebih baik daripada menunggu sampai kecelakaan terjadi yang biasanya memerlukan biaya yang lebih besar untuk penanganan dan pemberian kompensasinya. Mengingat kegiatan sektor industri tidak terlepas dengan penggunaan teknologi maju yang dapat berdampak terhadap keselamatan dan kesehatan kerja terutama masalah penyakit akibat kerja. Selain itu masih banyak perusahaan yang belum melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
mengarah kepencegahan penyakit akibat kerja, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian, waktu dan memerlukan biaya yang tinggi. Dari pihak pekerja sendiri disamping pengertian dan pengetahuan masih
terbatas, ada sebagian dari mereka masih segan menggunakan alat pelindung atau mematuhi aturan yang sebenarnya. Oleh karena itu masalah keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri tetapi harus dilakukan secara terpadu yang melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, perusahaan, tenaga kerja serta organisasi lainnya (Perguruan Tinggi).PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Disisi lain kegiatan industri dalam proses produksinya selalu disertai faktor-faktor yang mengandung resiko bahaya dengan terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.
Setiap ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja harus dicegah. Karena ancaman seperti itu akan membawa kerugian baik material, moril maupun waktu terutama terhadap kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Lebih-lebih perlu disadari bahwa pencegahan terhadap bahaya tersebut jauh lebih baik daripada menunggu sampai kecelakaan terjadi yang biasanya memerlukan biaya yang lebih besar untuk penanganan dan pemberian kompensasinya. Mengingat kegiatan sektor industri tidak terlepas dengan penggunaan teknologi maju yang dapat berdampak terhadap keselamatan dan kesehatan kerja terutama masalah penyakit akibat kerja. Selain itu masih banyak perusahaan yang belum melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
mengarah kepencegahan penyakit akibat kerja, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian, waktu dan memerlukan biaya yang tinggi. Dari pihak pekerja sendiri disamping pengertian dan pengetahuan masih
B. Rumusan Masalah
PT. Industri Sandang II Unit Patal Lawang merupakan perusahaan pemintalan benang yang tentunya mempunyai masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Oleh karena itu dirumuskan suatu masalah mengenai “Bagaimana Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada PT. Industri Sandang II Unit Patal Lawang”.
C. Tujuan
1. Mendapatkan data obyektif dari kondisi lingkungan kerja yaitu faktor fisik (suhu, penerangan dan kebisingan) dan faktor kimia (debu kapas).
2. Mengetahui upaya penanggulangan kecelakaan kerja dan bahaya kebakaran.
3. Mengetahui upaya sanitasi lingkungan kerja yang dilakukan untuk mengurangi paparan debu kapas.
4. Memberikan masukan terhadap perusahaan dalam upaya pencegahan/ penanggulangan masalah yang timbul
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Parameter Lingkungan Fisik
1. Suhu
Tekanan panas di suatu lingkungan kerja merupakan perpaduan antara factor iklim: suhu udara, kelembaban, radiasi dan kecepatan angin dan faktor non-iklim : panas metabolisme tubuh, pakaian kerja dan tingkat aklimatisasi (Widarto, 1991). Pencegahan terhadap tekanan panas (Phoon, 1988 ), antara lain :
Aklimatisasi.
Di negara tropis tidak menjadi kesulitan dalam menghadap heat stress, bukan berarti tenaga kerjanya kebal terhadap paparan panas. Aklimatisasi dapat dilakukan dengan menanggalkan pakaian kerja yang terbuat dari bahan tidak berpori, melonggarkan pakaian agar udara banyak masuk.
· Ventilisasi yang cukup sehingga terjadi sirkulasi udara dalam ruang kerja.
· Cukup mengkonsumsi air dan garam.
· Isolasi antara sumber panas dan tenaga kerja
2. Penerangan
Tenaga kerja harus dengan jelas dapat melihat objek-objek yang sedang dikerjakan, juga harus dapat melihat dengan jelas pula mesin-mesin/peralatan selama proses produksi agar tidak terjadi kecelakaan kerja. Untuk itu diperlukan penerangan di tempat kerja yang memadai. Suma’mur (1993) menyatakan bahwa untuk setiap jenis pekerjaan diperlukan intensitas penerangan yang tertentu pula. Hal ini telah diatur dalam P.M.P. No.7 tahun 1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja.
3. Kebisingan
Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki yang menimbulkan berbagai macam gangguan, yaitu: gangguan pendengaran, fisiologis, komunikasi, performance, gangguan tidur dan psikologis (Pramudianto, 1991). Pemerintah telah menetapkan Nilai Ambang Kebisingan sebesar 85 dB(A) untuk lingkungan kerja yaitu suatu iklim kerja yang oleh tenaga kerja masih dapat dihadapi dalam pekerjaannya sehari-hari tidak mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus tidaklebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Waldron (1989) menyatakan bahwa kebisingan dapat dikontrol melalui :
· Pengendalian pada sumber kebisingan.
· Meningkatkan jarak antara sumber dan penerima kebisingan.
· Mengurangi waktu paparan kebisingan.
· Menempatkan barrier antara sumber dan pekerja yang terpapar.
· Pemakaian alat pelindung telinga (ear muff, ear plug).
B. Sanitasi Lingkungan Kerja
Salah satu aspek sanitasi lingkungan kerja adalah ketatarumahtanggaan yang diartikan lebih dari menjaga fasilitas pabrik tetap bersih dan bebas darii limbah/sampah, tetapijuga berarti teratur segala-galanya. Jadi ketatarumahtanggaan termasuk juga mengatur perkakas alat-alat kerja, penyimpanan fasilitas dan bahan. Ketatarumahtanggaan yang baiktidak dapat dicapai dengan suatu pembersihan menyeluruh yang dilakukan hanya sekali-kali saja. Bila pabrik akan dibersihkan dan secara teratur, rencana ini harus disusun dengan baik. Rencana untuk kebersihan pabrik harus menjadi suatu kegiatan yang terus menerus dan dengan cara-cara pelaksanaan untuk pengecekan dan evaluasi yang baik harus ditegakkan (Soeripto, 1991).
C. Pencegahan Kecelakaan Kerja
Pencegahan kecelakaan kerja pada dasarnya merupakan tanggung jawab para manajemen yang wajib memelihara kondisi kerja yang selamat sesuai dengan ketentuan pabrik. Di pihak lain, para kepala urusan wajib senantiasa mencegah jangan sampai terjadi kecelakaan.
Umumnya kejadian kecelakaan kerja disebabkan kesalahan manusia (human error), dimana penyebab kecelakaan bermula pada kegiatan tidak selamat manusia itu sendiri. Silalahi ( 1991) menyatakan bahwa ada beberapa perbuatan yang mengusahakan keselamatan, antara lain:
· Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman dan penuntun yang diberikan. Setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan harus segera dilaporkan kepada atasan. Setiap peraturan dan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja harus dipatuhi secermat mungkin.
· Semua karyawan harus bersedia saling mengisi atau mengingatkan akan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya.
· Peralatan dan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja dipakai (digunakan) bila perlu.
D. Byssionosis
Byssinosis adalah penyakit tergolong pneumoconiosis yang penyebabnya terutama debu kapas kepada pekerja-pekerja dalam industri textil. Penyakit ini terutama bertalian erat dengan pekerjaan blowing dan carding. tapi terdapat pula pada pekerjaan-pekerjaan lainnya. bahkan dari permulaan proses (pembuangan biji kapas) sampai kepada proses akhir (penenunan). Masa inkubasi rata-rata terpendek adalah 5 tahun bagi para pekerja pada blowing dan carding. Bagi pekerja lainnya lebih dari waktu 5 tahun (Suma’mur. 1993).
Upaya-upaya untuk mencegah byssinosis adalah :
· Pemeliharaan rumah tangga yang baik di perusahaan textil sehingga debu kapas sangat sedikit di udara.
· Pembersihan mesin carding sebaiknya dengan pompa hampa udara.
· Membersihkan lantai dengan sapu tidak baik.
· Ventilasi umum dengan sistim hisap.
· Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
· Rotasi pekerja yang telah terpapar debu kapas ke tempat yang tidak berbahaya
BAB III
PEMBAHASAN
A. Diskripsi PT. Industri Sandang II Unit Patal Lawang
1. Sejarah singkat perusahaan
Pembangunan di mulai tahun 1962 atas bantuan kredit dari Pemerintah Inggris. Pada awalnya pembangunan dilaksanakan LEPPIN KARYA YASA, kemudian dijadikan proyek Mendataris Presiden dan pada tahun 1965 pengelolaannya dialihkan kepada KOPROSAN Departemen Industri Sandang dan pada tanggal 10 Pebruari 1966 diresmikan oleh Menteri Perindustrian. Dari tahun 1961 sampai dengan tahun 1918 berada di bawah PN Industri Sandang (BUMN), kemudian pada tahun 1978 sampai saat ini menjadi salah satu unit produksi dari PT. Industri Sandang II yang berkantor pusat di Surabaya.
Adapun unit-unit produksi PT. Industri Sandang Unit II yaitu: Patal Tohpati (Denpasar), Patal Grati (Pasuruan), Patal Lawang (Lawang), Patal Lawang (Magelang), Patun Madurateks (Madura) dan Patun Maketeks (Ujung Pandang).
Berdasarkan Keppres RI No. 14 tahun 1983 terhitung 1 Januari 1982 Perusda Sandang Jateng diintegrasikan ke dalam PT. Industri Sandang terdiri dari: Patal Cilacap (Cilacap), Pabriteks (Tegal), Patun Muriateks (Kudus) dan Patun Infiteks (Ceper, Jawa Tengah).
2. Struktur organisasi
Patal Lawang dipimpin oleh seorang General Manager yang dibantu oleh 5 orang Kepala Bagian yaitu : Kabag. Keuangan dan Umum, Kabag. Produksi, Kabag Pemasaran, Kabag Kesehatan dan Kabag Teknik. Selain itu dibantu sebanyak 14 Kepala Seksi dan 30 Kepala Urusan.
3. Lokasi dan Areal Fatal Lawang
Patal Lawang berada pada wilayah Kecamatan Lawang Dati II Magelang ( ± 9 Km Sebelah Utara Kota Magelang) Propinsi Jawa Tengah dan terletak pada ketinggian 471 m dari atas permukaan laut.
Patal Lawang mempunyai areal 16,58 ha yang terdiri dari: rumah dinas 2.555 m2, prasarana jalan 14.580 m2, taman/kebun/penghijauan 123.276,50 m2, ruang pabrik 15.123 m2, ruang diesel 425 m2, bengkel 450 m2, water softner 15 m2, rumah pompa 39 m2, rumah trafo 6 m2, penjagaan 36 m2, tempat sepeda 465 m2, ruang pertemuan 660 m2, ruang kantor 533,5 m2, balai pengobatan 364 m2, masjid 650 m2 dan lapangan tennis 612 m2.
4. Kondisi dan prasarana produksi
Mesin-mesin produksi berasal dari Inggris (Plaat Bross Inc.) buatan tahun 1961, sehingga kondisinya cukup tua, hanya dengan dukungan perawatan yang baik mesin-mesin tersebut masih efektif.
Untuk meningkatkan produksi, kualitas dan daya saing dipasaran, Patal Lawang telah menempuh langkah-langkah yaitu: restrukturisasi, meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan dan pembinaan sumber daya manusia.
5. Tenaga kerja
Patal Lawang mempunyai tenaga kerja sebanyak 612 orang ditambah 1 orang Manager (598 orang pria dan 15 orang wanita) yang terdiri dari 465 orang karyawan tetap (organik) dan 148 orang karyawan kontrak. Umur tenaga kerja : (20 –29 tahun) 71 orang; (30 -39 tahun) 86 orang; (40 -49 tahun) 295 orang; ( > 50 tahun) 160 orang. Pendidikan tenaga kerja : SD 303 orang; SLTP 172 orang; SLTA 120 orang; Sarjana Muda/DIII 9 orang dan Sarjana 8 orang. Masa kerja tenaga kerja : (0-6 tahun) 78 orang; (7 -12 tahun) 41 orang; (13 -18 tahun) 127 orang; (19 -24 tahun) 237 orang; ( > 25 tahun) 129 orang. Shift kerja terbagi atas Shift I (07.00 -15.00), Shift II (15.00 -23.00) dan Shift III (23.00 -07.00) yang terdiri dari 4 group.
Dari data tersebut di atas terlihat bahwa dari segi skill dan pengalaman kerja, karyawan Patal Lawang sudah matang dan siap untuk mengemban tugas pekerjaannya, hal ini terlihat dalam dedikasi serta loyalitas yang tinggi sehingga tujuan perusahaan dapat direalisasikan dengan baik.
Walaupun demikian terdapat pula kendala antara lain karena faktor usia dan pendidikan yang rata-rata rendah, sehingga dalam pembinaan personil diperlukan kiat-kiat khusus antara lain dengan menumbuhkan keikutsertaan seluruh karyawan untuk memecahkan problema yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan di perusahaan baik lewat jalur manajemen maupun lewat gugus kendali mutu.
6. Kesejahtraan karyawan
Karyawan selain mendapatkan gaji ,juga diberikan upah lembur, tunjangan transport, makan/minum, sewa rumah, biaya pengobatan, THR, asuransi (program Jamsostek dan asuransi jiwa Dwiguna), pesangon, pensiun, pengantin cuti, tunjangan sekolah untuk 3 orang anak, beasiswa untuk anak yang berprestasi di sekolah, cincin mas untuk purna bakti dan koperasi (simpan pinjam, toko, paket dapur, kantin).
B. Proses Pembuatan Benang
Pada pabrik pemintalan kapas Patal Lawang, jenis benang yang dibuat, yaitu :
1. Benang Carded
2. Benang Combed
3. Benang Blanded
Benang Carded dan Combed bahan bakunya kapas sedangkan benang Blanded campuran antara kapas dengan trivera.
1. Proses Pembuatan Benang Carded
a. Bill store
Sebelum kapas diproses pada mesin blowing, kapas yang masih dalam keadaan terbungkus dan terikat pada gudang, di bawa ke Bill Store untuk dibuka dan dilepaskan ikatannya agar kapas kembali ke dalam bentuk semula dan dibiarkan untuk diangin-anginkan selama ±24 jam agar kapas dapat berkembang dan beradaptasi untuk menyesuaikan kandungan airnya ± 8,5% juga mengembalikan elastisitasnya sehingga dalam proses mudah dibersihkan setelah kapas mengalami proses pada Bill Store.
b. Mesin blowing
Kapas yang masih dalam keadaan berlapis-lapis, dari Bill Store disobek-sobek sebesar telapak tangan dan dimasukan pada mesin blowing. Kapas pada mesin blowing mengalami pembukaan dan pembersihan dengan dicabik-cabik sedemikian rupa sehingga kotoran-kotoran yang ada berupa ranting, biji kapas dan kotoran lainnya dapat lepas dan jatuh. Setelah mengalami proses, kapas akan keluar dalam bentuk lap yang berupa lembaran panjang seperti kain dengan tebal 1 inchi dan digulung pada alat scuhter, kemudian ditimbang dengan berat per lap ± 17,5 kg. Bila beberapa lap melebihi atau kurang dari ketentuan di atas toleransinya maka lap harus kembali pada mesin blowing.
c. Mesin carding
Pada mesin ini kapas berupa gulungan (lap) akan mengalami penarikan.
d. Mesin drawing
Sliver I yang dihasilkan dari mesin carding, seratnya belum betul-betul searah dan belum rata. Selanjutnya untuk lebih menyearahkan serat dan meratakan, maka dilakukan perangkapan beberapa sliver menjadi satu. Untuk itu pada mesin drawing dilakukan pencampuran 8 sliver (8 cone) dengan ditarik dan ditekan akan menghasilkan sliver yang baru dengan ukuran yang sama sebelum diangkat dari sliver tersebut dimasukkan pada cone secara melingkar-lingkar dan selanjutnya dikerjakan pada mesin speed frame.
e. Mesin speed frame
Pada mesin RSF 8 sliver (8 utas) dari cone dijadikan satu. Sliver tarik sedikit puntiran untuk setiap inchi, maka akan diperoleh benang yang disebut roving dan digulung pada bobong. Roving merupakan ukuran (diameter) lebih kecil daripada sliver. Roving kemudian pada mesin selanjutnyan untuk dipasang dijadikan benang tunggal.
f. Mesin Ring Spinning Frame (RSF)
Roving dari RSF dalam bentuk tube dikarenakan pada mesing finishing untuk dibuat beberapa bentuk. Pada mesin cone jika diinginkan bentuk hank, maka harus dikerjakan pada mesin reeling. Dan untuk benang rangkap, benang bentuk tube dikerjakan pada mesin serta yang panjang dapat terarah. Serat pendek yang terpisah akan digulung sendiri sedang serta panjang akan dimasukkan dan akhirnya diubah menjadi sliver.
g. Quick Traverse (double winder)
Bila benang rangkap memerlukan pilinan (plintir) harus dikerjakan pada mesin ring doubling. Biasanya benang 30 Sc, 40 Sc dirangkap dan jadi 20/2; 30/2; 40/3; 40/4 selanjutnya benang yang sudah dirangkap dan dipilin dikerjakan pada mesin cone untuk diperdagangkan dalam bentuk hank, perlu diketahui benang dalam bentuk hank sebelumnya dibungkus baru kemudian diperdagangkan.
2. Proses Pembuatan Benang Combed
Pembuatan benang combed dimulai dari blowing yaitu kapas yang dibuat lap kemudian dikerjakan pada mesin carding, lap akan mengalami pembersihan, pemisahan, penarikan dengan mesin pre drawing untuk dapat dibuat sliver, selanjutnya dikerjakan pada mesin yang lebih rata seratnya, dengan jalan 8 sliver dijadikan sliver ditarik diantara rol-rol. Selain lebih rata juga seratnya terarah selanjutnya dikerjakan pada mesin lap former untuk dibuat lap yaitu 8 sliver dimasukkan pada mesin ini. Dengan ditarik agar seratnya serah panjang dan pendek terpisah maka lap dikerjakan pada mesin lap pendek akan terkumpul menjadi kotoran , sedang serat panjang dibuat silver yang terdiri serat panjang saja. Serat silver yang dapat diproses kembali untuk dijadikan benang carded dengan nomor 15 dan 35 atau sebagai campuran untuk membuat benang-benang carded dengan No.30 S dan 40 S. Sliver hasil combing selanjutnya dikerjakan pada mesin drawing (I dan II) untuk dibuat sliver yang baik karena sliver hasil combing merupakan bahan baku untuk pembuatan benang halus dan ini diproses pada mesin speed frame. Dengan sedikit ditarik dan dipilin akan menghasilkan sliver dengan ukuran lebih kecil yang disebut roving. Roving ini hasil speed frame dibuat benang tunggal selanjutnya dapat diperdagangkan baik dalam bentuk cone (pada mesin cone winder) atau benang double mesin quick traverse, hant dan lain-lain. Proses dari blowing sampai combing untuk mendapatkan serat yang standard untuk dijadikan benang bermutu tinggi.
3. Proses Pembuatan Benang Blanded
Benang Blanded merupakan benang berkualitas tinggi dibanding benang carded dan combed, karena merupakan campuran antara kapas dengan trivera. Dengan demikian diperlukan kapas yang mempunyai mutu sama dengan trivera untuk dibuat benang blanded. Agar mempunyai mutu sama maka kapas dikerjakan pada blowing dan carding karena serat-seratnya seragam panjangnya. Selanjutnya sliver dari kapas hasil combing dicampur dengan sliver dari trivera carding dan dimasukkan pada drawing satu sebanyak 6 utas yang terdiri 3 sliver trivera dan 3 sliver kapas,berarti berbanding 50% kapas, sliver hasil drawing satu masuk ke drawing dua agar serat-serat lebih rata dan searah. Pada proses mesin drawing dua selanjutnya dikerjakan pacta mesin speed frame untuk ditarik dan dipilih dibuat roving, roving ini kemudian dibuat benang pada mesin ring spinning frame berupa benang tunggal. Hasil dari proses inilah disebut benang blanded dan dapat dibuat dalam beberapa bentuk sesuai yang dibutuhkan.
Hasil benang blanded mempunyai nomor : 40 S; 60 S atau 40/2; 60/2; 62/2.
C. Kondisi Lingkungan Kerja
Kondisi lingkungan kerja yang penting dipehatikan dalam industri pemintalan kapas yaitu faktor fisik, antara lain: suhu, penerangan, kebisingan, faktor kimia (debu kapas) dan sanitasi lingkungan kerja.
Pada tabel 1 tertera hasil pengukuran kondisi lingkungan kerja yang dilakukan oleh instansi Depnaker Dati II Magelang dapat diinterpretasikan bahwa:
a. Suhu lingkungan kerja pacta lokasi penyimpanan bahan baku I(bill store) hingga proses pemintalan kapas menjadi benang (finishing) melebihi ambang batas kenyamanan bekerja 21-30 °C. walaupun di dalam ruangan dilengkapi AG. AC diatur sedemikian rupa agar suhu dan kelembaban udara terjaga untuk mempertahankan kualitas benang. Tingginya suhu tidak menjadi hambatan bagi pekerja karena telah mengalami aklimatisasi (penyesuaian) dan upaya mengatasi hal ini pekerja juga menyediakan atau cukup mengkonsumsi air minum.
b. Penerangan pacta setiap tempat pemrosesan pemintalan kapas umumya masih kurang dari yang disyaratkan (100 lux) untuk penerangan yang cukup agar pekerja dapat membedakan barang-barang kecil secara sepintas.
c. Tingkat kebisingan yang melebihi ambang bat as pendengaran (>85 dB) terdapat pada mesin speed. spinning dan finishing. Untuk mengatasi kebisingan ini. Perusahaan telah menyediakan alat pelindung pendengaran (ear plug/sumbat telinga). Oleh karena sifat dari ear plug tersebut lama-lama menjadi keras sehingga pekerja tidak memakainya dan berusaha untuk menggantikan dengan memakai sumbat kapas. Upaya proteksi pendengaran ini masih belum maksimal. Oleh karena ada pekerja yang sama sekali tidak memakai alat pelindung pendengaran.
d. Pada proses pemintalan. limbah debu kapas (flying waste) paling banyak didapat pada proses blowing. carding dan spinning. Limbah aktual pada pekerjaan blowing dan carding masing-masing sebesar 3.5% dan 2.5%. Hasil pengukuran terhadap kandungan debu kapas pada dua titik pengukuran pada setiap ruangan dengan waktu yang berbeda ternyata pada debu kapasnya. Mengingat limbah kapas yang dihasilkan paling banyak. Potensi paparan debu kapas di ketiga lokasi tersebut di atas mengisyaratkan pekerja harus memakai masker. Namun sewaktu observasi belum semua pekerja disiplin terhadap pemakaian masker (kadang-kadang masker dilepas) dan bahkan ada yang tidak memakainya. Keadaan ini tidak disadari dampak negatif dari paparan debu kapas terhadap kesehatan, hal ini disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan (tingkat pengetahuan) pekerja atau mungkin disebabkan perilaku yang menyepelekan bahaya paparan debu kapas.
Secara umum sanitasi lingkungan kerja pabrik terlaksana dengan baik tidak terlihat adanya sampah-sampah yang berserakan yang mengganggu estetika lingkungan. Namun yang menjadi masalah terhadap lingkungan adalah adanya limbah kapas yang berterbangan (flying waste) dan berserakan di ruangan pabrik maupun di luar pabrik (halaman dan sekitarnya). Upaya mengurangi flying waste ini telah dipasang alat pengisap debu kapas dan cerobong-cerobong dalam pabrik diberi kisi-kisi/saringan. demikian pula di luar pabrik telah diupayakan reboisasi (hutan buatan) sebagai paru-paru pabrik untuk mengurangi flying waste disekitar lingkungan pabrik. Limbah kapas yang dihasilkan 8% selama proses pemintalan dikumpulkan untuk dijual yang terdiri dari kapas yang dapat digunakan sebagaibahan untuk jok (tempat duduk), kasur dan kapas pembalut, dan kapas yang telah tercampur debu/kotoran digunakan untuk media pertumbuhan jamur merang.
Sanitasi terhadap fasilitas di pabrik seperti kamar mandi, WC, tempat ganti pakaian, dan ruang transit pekerja telah terlaksana dengan baik. Salah satu bagian yang penting pada sanitasi lingkungan kerja adalah ketatarumahtanggaan (layout mesin-mesin dan peralatan). Sehubungan dengan adanya penambahan/modifikasi mesin untuk meningkatkan produksi benang terlihat bahwa layout mesin tidak tertata dengan rapi sehingga membuat ruangan menjadi sempit dan dapat mengganggu ruang gerak untuk bekerja serta dapat menimbulkan kecelakaan kerja.
D. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Untuk mencegah atau penanggulangan terhadap timbulnya kebakaran, Patal Lawang memiliki :
1. Sprinkler (sistim penyembur) yang ditempatkan di dalam ruang pabrik, secara otomatis dapat pecah pada suhu tertentu bila ada panas/api akibat terbakar atau korsluiting listrik pada mesin-mesin pemintal kapas.
2. Hydrant box yang ditempatkan di dalam ruang pabrik yang terdiri dari selang landas (landing valve), pipa kopel pemadam (copling fire hose) dan pipa semprot (nozzle), atau kumparan selang (hose reel).
3. Alat pemadam kebakaran dengan jenis serbuk kering (dry chemical), gas (CO2) dan busa.
4. Tower untuk memudahkan penyemprotan air.
Selain upaya pencegahan kebakaran, pembuatan papan peringatan dan prosedur kerja telah dilaksanakan agar pekerja tidak lalai dalam melaksanakan pekerjaan sehingga tidak menimbulkan kecelakaan kerja.
Selama lima tahun terakhir ini kejadian kecelakaan kerja yang diakibatkan mesin di Patal Lawang tidak ada (zero accident), walaupun sekali-kali ada kasus kecelakaan yang sifatnya ringan seperti terjepit. Walaupun demikian pihak perusahaan perlu memikirkan upaya pembuatan pagar pengaman (safe guard) terutama pada mesin carding yang mempunyai roda penggerak dari tali kipas penggerak yang dapat mengundang kecelakaan kerja. Dengan bekal pengalaman (masa kerja) yang umumnya cukup lama sangat berperan bagi pekerja agar lebih teliti dan berhati-hati dalam melakukan pekerjaan, sehingga kecelakaan kerja dapat diantisipasi.
E. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan di Patal Lawang terdiri dari pre-ployment examination (pemeriksaan kesehatan sebelum tenaga kerja diterima) dan periodical examination (pemeriksaan kesehatan secara periodik) bagi pekerja terutama pemeriksaan foto thor'ax/x-ray setiap tahunnya) serta pelayanan kesehatan untuk penyakit-penyakit umum. Pelayanan kesehatan (pelayanan kuratif) yang dilaksanakan sifatnya gotong royong, artinya kerja yang sehat tidak menerima uang (biaya) pemeliharaan kesehatan melainkan biaya ini dipakai untuk pengobatan kerja/anggota keluarganya yang sakit. Besarnya anggaran biaya pelayanan kesehatan (kuratif) di Patal Lawang setiap bulanya Rp. 12,5 juta.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Suhu lingkungan kerja melebihi ambang batas kenyamanan kerja.
2. Penerangan di ruang kerja masih kurang dari yang disyaratkan terutama untuk pekerjaan yang memerlukan penglihatan objek yang jelas.
3. Tingkat kebisingan yang melebihi ambang bat as kebisingan terjadi pada mesin speed, spinning dengan finishing.
4. Konsentrasi paparan debu kapas terbanyak pada pekerjaan blowing.
5. Sanitasi lingkungan kerja telah terlaksana dengan baik.
6. Kejadian kecelakaan kerja tidak ada (zero accident).
7. Tidak didapati adanya kasus penyakit akibat kerja terutama byssinosis.
B. Saran
1. Perlu penegakan disiplin karyawan terhadap pemakaian alat pelindung diri terutama masker dan sumbat telinga.
2. Perlu rutinitas pemeriksaan kesehatan secara periodik terutama pemeriksanaan foto thorax sebagai upaya pendeteksian dini penyakit byssinosis.
3. Perlu dipikirkan pemasangan dan pagar pengaman ( safe guard) pada mesin-mesin yang mempunyai roda penggerak dan tali penggerak.
4. Kontinuitas kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan bidang kesehatan dan keselamatan kerja, dan keterampilan para pekerja.
0 komentar:
Posting Komentar